Sabtu, 30 April 2011

cerpen : RUMPUT LIAR

Sore itu , mentari senja memancarkan sinar kemilaunya.Sunset yang telah berada di bibir langit itu hanya menyisakan siluet membentuk garis seperti benang merah panjang mengelilingi bumi.
Aku yang duduk disebuah pondok kecil di depan rumahku memandang siluet itu dengan perasaan tidak menentu.Terlintas dibenakku usia bumi ini.Entah sudah berapa juta kali sang surya bergerak dari timur dan akhirnya bersembunyi kembali ke barat.Apakah dia tidak lelah atau bosan?Atau mungkin malah aku yang bosan melihat siklus harian ini.
Aku pun lalu memejamkan mata , membayangkan bagaimana jika secara tiba-tiba sang surya melakukan mogok kerja dan tidak mau menyinari bumi ini lagi.Pertanyaannya adalah sudah siapkah aku?.
Aku lalu berpikir lagi , ini adalah sekian juta kalinya sang surya terbit dan terbenam.bukankah sang surya melakukan hal ini bukan karena tanpa alasan.Yang ku tahu ini adalah sebagai wujud tunduknya ia pada sang Maha Pencipta.Lalu bagaimana denganku?Hampir setiap hari aku melakukan perbuatan-perbuatan yang sia-sia dan disaat-saat seperti inilah aku baru duduk termenung.Hanya diam dan berjanji besok akan menjadi lebih baik , walaupun ku tahu aku pasti mengingkarinya dan lupa akan janjiku sendiri.

Besok adalah hari pendaftaran masuk sekolah SMA.Seperti tidur sambil berjalan , aku benar-benar tidak menyadari jika waktu telah berlari jauh di depanku.Tiba-tiba saja aku telah masuk gerbang pintu SMA.Sudah sampai sejauh ini , namun tidak ada perasaan apapun yang kurasakan , semuanya kujalani dengan perasaan hampa. Rasanya benar-benar hampa dan senja sore itu merupakan satu saksi diantara sekian saksi tentang kegelisahan dan ketidak mengertian diriku akan diriku sendiri. Aku seperti menjalani sebua rel kehidupan yang panjang tanpa tahu tujuan.Tidak mengetahui arti hidup dan untuk apa aku hidup , itulah intinya.
Tetapi aku yang sore itu duduk di sebuah pondok kecil di depan rumahku , benar-benar tidak tahu apa yang akan terjadi dalam beberapa bulan mendatang.Tidak terbayang akan menjadi seperti apa.Perubahan seperti apa yang kudapat.Benar-benar tidak ada cita-cita.Hanya mengikuti arus saja.
Adzan maghrib berkumandang , sang surya benar-benar telah menghilang dibalik peristirahatannya.Aku pun bergegas berdiri , meregangkan otot sebentar dan segera melangkah mengambil air wudhu.
Kuangkat kedua tanganku dan kuucap takbir dengan penuh arti.Mungkin hanya kepada-Nya aku dapat melepas semua perasaan dan pertanyaan-pertanyaan yang selama ini membuatku seperi mayat hidup.
Kuberdoa untuk diriku dan keluargaku.Semoga menjadi lebih baik dan semoga selalu diberi kemudahan.

***

Pagi itu aku menuju salah satu sebuah sekolah SMA super di kota Balikpapan.Rupa-rupanya telah banyak siswa-siswa dari berbagai sekolah telah memadati ruang pendaftaran.Seperti menonton sebuah konser grup band terkenal aku harus berdesak-desakkan.Maklum saja sekolah ini cukup terkemuka di kota ini.
Banyak pelajar yang ingin menduduki bangku-bangku kayu di dalam kelasnya.Hanya siswa-siswa “pilihanlah” yang dapat masuk ke sekolah ini.Dihari penerimaan , siswa-siswa yang terpilih tadi penuh suka cita melihat slide yang berisi nama-nama siswa yang diterima di sekolah itu.Memang benar-benar sekolah super,mungkin jika di sekolah-sekolah lain , pengumuman nama-nama siswa terpilih hanya ditempel dikertas-kertas yang berbaris rapi di atas sebuah papan kayu yang pinggir-pinggirnya telah digerogoti oleh rayap-rayap kelaparan.
Sedangkan siswa-siswa yang namanya tidak tertera di atas slide , hanya bisa menunduk memikirkan kehidupan sekolahnya yang sudah tidak jelas mau dibawa kemana , karena memang itu adalah hari terakhir pendaftaran siswa baru.Jalan satu-satunya adalah segera melarikan diri ke sekolah swasta yang menjanjikan diterima 100 persen namun tentu saja dengan uang yang menjanjikan pula.
Orang tua mereka pun sama pasrahnya dengan nasib anak mereka , bahkan mungkin lebih cemas dari anak-anak mereka.Masa depan yang cemerlang selalu menjadi harapan setiap orang tua , namun kini untuk mendapatkan sebuah bangku kayu yang penuh dengan coret-coretan iseng dari murid-murid yang gelisah mendengarkan penjelesan gurunya pun sangat susah.
Sementara itu , aku yang berdiri di sudut ruangan dengan ayahku bersikap tenang.Pancaran bangga sungguh mudah terbaca dari raut wajahku dan ayahku.Bagaimana tidak,namaku Deara Sasmita terpampang jelas diantara deretan nama-nama siswa terpilih.Dideratan nama-nama sepuluh besar teratas.
Bukan suatu yang mudah untuk mencapai semua ini.Hampir 99,9 persen aku percaya ini adalah takdir yang telah digariskan Allah.selebihnya berkat usahaku yang hampir tidak tidur saat ujian akhir nasional kemarin.
Seketika aku terbayang wajah-wajah ibu-bapak guruku ketika SMP.Tampak wajah-wajah letih penuh haru saat melepas kami saat perpisahan dulu.
Usaha mereka yang pantang menyerah , tanpa mengeluh selalu mengajari kami dengan penuh kesabaran.Tak pernah marah selalu berusaha menjadi teman bicara yang baik.Sungguh menyenangkan bisa duduk berdampingan dengan mereka.Ada rasa segan , ada juga rasa persahabatan.
Satu yang pasti aku selalu rindukan dari masa-masa SMP ku yaitu sahabatku , Lely dan sebuah pohon kejujuran yang tumbuh tinggi di belakang sekolah.Lely yang badannya jauh lebih besar dariku , selalu kuanggap sebagai kakak meskipun pada kenyataannya terkadang dia jauh lebih rapuh dariku.Dan di pohon kejujuran itulah kami selalu berbagi suka dan duka.Pohon yang menjadi tempat kami untuk jujur dengan masalah-masalah yang kami hadapi.
Tetapi , aku pastikan hal-hal seperti ini tidak hanya akan menjadi sebuah kenangan di sudut hatiku.Semuanya akan selalu ada , Lely dan aku masih sering berkomunikasi meskipun kami sekarang tidak satu sekolah lagi.Dengannya aku menemukan arti persahabatan walaupun kami berbeda agama tetapi justru itu yang menjadi sebuah kekuatan untuk tetap saling menghormati satu sama lain.
Ku yakin sekarang kami sama-sama berjuang meskipun di tempat yang berbeda.
Dan sekarang aku di sini.Ada sedikit rasa gugup menghinggapi perasaanku pada saat hari pertama aku duduk di sebuah bangku kayu yang penuh dengan coret-coretan tangan anak-anak SMA.
Hari pertama masuk sekolah aku putuskan duduk di bangku paling belakang.Bukan karena niatan untuk menyontek atau berbuat keributan di kelas , tetapi untuk membaca situasi atmosfer kelas baruku.Dari belakang aku bisa mengamati bagaimana tingkah dan perilaku teman-teman baruku.
Butuh penyesuaian memang , tetapi aku menganggap justru di situlah letak asiknya berteman.Kita tak pernah tahu bagaimana perangai masing-masing.Terkadang aku merasa manusia itu seperti puzzle yang berserakan , setelah menyusun berbagai bagian yang sama barulah terbentuk sesuatu secara keseluruhan.
Begitu juga dengan manusia , meskipun dilahirkan dengan beranekaragaman perbedaan , tetapi kuyakin pasti selalu ada persamaan yang dapat menyatukan kita semua meskipun persamaan itu kecil.
Mencoba untuk menyatukan semua perbedaan itulah yang kulakukan sekarang.Memang bukan hal yang mudah tetapi kuyakin ini bukan hal yang tidak mungkin.Yang kubutuhkan hanya proses dan waktu.
Sebenarnya SMA super ini bukanlah tujuanku , bukan impianku.Tetapi aku masuk ke sekolah ini juga bukan karena terpaksa.Aku tidak tahu apakah sekolah ini hanya sebagai tempat untuk mencari ilmu atau ada arti lain yang menungguku di sini.Aku tak tahu pasti , yang jelas setiap detik yang kulewati di sini sama sekali tidak kukerjakan dengan hati.Pergi pagi , pulang siang begitu terus setiap hari.
Sampai suatu hari aku berpikir.Apakah aku di sini hanya sebagai rumput liar
yang akan dipangkas begitu sudah memanjang dan merusak pemandangan sekolah.Tidak memiliki arti sedikit pun , tak memiliki kenangan sedikit pun.
Dan tidak membekas sedikit pun.Lalu aku mulai kembali memikirkan semuanya.Semua hal dan mengapa pada akhirnya aku berada di sini.Ternyata untuk memikirkan semua itu cukup membutuhkan waktu lama.Banyak pertanyaan , banyak pertimbangan dan banyak keputus asaan yang hadir di dalam benakku , sungguh melelahkan.
Begitu aku sadar kembali dari semuanya , aku menemukan teman-teman baru disekelilingku.Mengapa aku tak pernah mencoba untuk memberikan sedikit arti kehadiranku untuk mereka.Mengapa semuanya kulewatkan begitu saja.Seperti angin yang berhembus.
Rupanya di sini aku harus belajar lebih keras lagi.Aku tak ingin ada persaingan untuk mendapatkan peringkat teratas.Aku belajar bukan untuk itu.Peringkat hanya sebuah symbol yang melambangkan kerja keras kita belajar selama ini dan peringkat hanya kuanggap sebuah bonus dari semua kerja keras itu , yang terpenting adalah proses belajar itu sendiri.
Tetapi belajar lebih yang keras yang kumaksud di sini bukanlah belajar dalam ilmu akademis.Yang kumaksud adalah bagaimana aku harus bisa belajar menerima keadaan disekelilingku.Tak peduli itu baik atau buruk.Tanpa kusadari pelajaran ini lebih susah, karena kita tidak hanya menggunakan otak tetapi yang paling utama kita harus menggunakan hati.
Hasrat atau nafsu mudah dimengerti sebab setiap orang sudah memilikinya sejak lahir , tetapi kebaikan hati menyerupai kerajinan tangan individual , jadi mudah disalah artikan sebagai kemunafikan.
Itu adalah salah satu kutipan dari sebuah buku yang sangat ku suka.Pada awalnya aku sama sekali tidak mengerti dengan apa yang dimaksud.Tetapi pelan-pelan akhirnya aku paham juga.Karena terkadang kebaikan sering ditanggapi sebagai kemunafikan hingga aku sedikit bingung bagaimana cara membedakannya.
Tetapi aku mencoba untuk yakin pada semua kebaikan bahwa itu adalah memang sebuah kebaikan bukan kemunafikan , bisa dibilang aku belajar untuk mempercayai orang lain.Dan jika itu memang hanya sebuah kemunafikan , kurasa ia akan memetik hasilnya sendiri jadi aku tak usah repot dengan pikiran negatif seperti itu.
Dan sekarang aku sedang memulai kerajinan tangan tersebut.Aku tak peduli apa yang dipikirkan orang lain terhadapku karena aku sedang berusaha untuk memaknai hidupku dan mewarnai hidup orang lain.
Terkadang kebaikan tidak selamanya dibalas dengan kebaikan pula.Mungkin semua yang terjadi ini memang sudah ditakdirkan.Bicara soal takdir , aku tak tahu apakah aku seratus persen percaya dengannya begitu saja.
Masih banyak yang ingin aku tanyakan pada siapa saja yang bisa menjawabya.Yang pasti sampai saat ini aku tak ingin menjadi rumput liar , setidak-tidaknya untuk diriku sendiri.
***
Aku sangat senang duduk di sudut dekat tembok.Aku bisa bersandar pada kokoh dan dinginya tembok disaat aku merasa bosan dengan penjelasan guru-guru.Aku jadi dapat bisa memahami mengapa bangku-bangku kayu itu banyak terdapat karya seni liar dari tangan-tangan tak berbakat murid SMA.Coret-coretan itu semakin Nampak terlihat di kelas-kelas mata pelajaran yang membosankan.Salah satunya adalah kelas biologi.
Hari-hari di sekolah ini sangat padat.Setiap Jumat , sehabis pulang sekolah terdapat sebuah kegiatan bernuansa Islam.Awalnya aku merasa sangat terganggu dengan adanya kegiatan ini.Tetapi semakin hari semakin aku merasa aku harus mengikuti kegiatan ini.Tanpa kusadari aku memasuki dunia baru yang seharusnya sudah tidak asing lagi bagiku.

***
Pagi itu anak-anak kelasku bagaikan lebah yang berkumpul , ribut sekali.Semua berkumpul di sebuah meja.Rupanya itu adalah meja dari sekretaris kelasku.Entah apa yang diributkan aku tak mau tahu.Aku terlalu malas untuk sekedar mengetahui apa yang terjadi di kelasku sendiri.
Baru saja aku duduk , seorang sahabatku menghampiriku.Dia menyodorkan selembar kertas yang telah berisi penuh dengan tanda tangan anak satu kelas.
Aku memandang dengan heran , di baris paling atas aku membaca barisan huruf berwarna hitam tebal yang bertuliskan mendukung RUU anti pornografi dan pornoaksi.Aku heran untuk kedua kalinya , apa mungkin tanda tanganku , bahkan tanda tangan satu sekolah ini dapat mempengaruhi RUU yang sedang dipeributkan dari berbagai kalangan itu.
Tanpa berpikir panjang aku langsung mengembalikan kertas itu tanpa menandatanganinya.Sekilas aku melihat wajah sahabatku sedikit bingung.Tapi sekali lagi aku tegaskan aku tak mau tahu dengan masalah yang bukan dalam lingkupku.
RUU yang sedang diributkan itu , hampir setiap hari menghiasi tv berwarna 21 inc ayahku.Demo dimana-mana , sementara para menteri yang ada di gedung megah sana sungguh sangat lambat memutuskan nasib akhir RUU tersebut.
RUU itu dianggap penting disahkan karena berawal dari perilaku artis dan para penyanyi dangdut Indonesia yang dianggap seronok dalam berpakaian maupun dalam bernyanyi.
Lalu aku sebagai orang awam , Cuma bisa berpikir jika memang RUU itu sebegitu pentingnya , mengapa cukup memakan waktu lama utnuk mengesahkannya?
Pertanyaan itu menambah panjang daftar pertanyaaku yang belum terjawabkan.

***

Hari itu Hari Minggu , aku telah rapi dengan setelan muslim.Sekolahku mengadakan sebuah acara majelis tak’lim remaja mengenai anti pornografi dan pornoaksi.
Sebuah tema remaja yang tepat , namun ternyata masih banyak yang belum paham dengan tema ini , termasuk aku.Oleh karena itu aku sangat antusias sekali mengikuti majelis ini.
Sesampainya di sekolah , ternyata banyak juga yang antusias mengikuti majelis itu
Di tengah-tengah acara , terjadi perdebatan yang cukup sengit.Seorang peserta menyatakan bahwa berpakaian seronok adalah merupakan salah satu tuntutan pekerjaan mereka sebagai artis atau penyanyi dan bukankah menjadi artis atau penyanyi adalah sebuah jalan takdir yang harus dijalani.
Rupanya pernyataan tersebut menjadi sebuah bahasan topik yang cukup menarik.Pengisi majelis pun akhirnya angkat bicara mengenai pernyataan tersebut.Menurutku penjelasannya sungguh menarik.Tepat sasaran.
Beliau mengatakan bahwa Allah tidak mungkin menakdirkan seseorang ke dalam hal yang buruk.Misalnya tidak mungkin Allah menakdirkan seseorang untuk menjadi pelacur.Jika Allah menakdirkan demikian lalu untuk apa Al-Quran dan sunnah diturunkan oleh Allah.
Lalu beliau pun melanjutkan lagi,beliau mengatakan seseorang telah diberikan jalan rezekinya sendiri-sendiri , hanya saja jalan yang dipilih manusia untuk mendapatkannya sajalah yang salah.Contoh misalnya si A hari ini telah ditakdirkan untuk mnedapatkan uang sepuluh ribu.Tetapi ada dua cara yang harus dipilih si A yaitu cara pertama dia harus bekerja keras atau cara kedua yaitu dengan cara mencompet.
Intinya hari itu si A akan mendapat uang sepuluh ribu tetapi cara untuk mendapatkannyalah yang berbeda.Cara yang pertama akan mendatangkan pahala sedangkan cara kedua akan mendatangkan dosa.
Begitu juga dengan artis tadi , sebenarnya dia bisa memilih dua cara untuk mendapatkan rezekinya.
Mendengar jawaban dari pengisi majelis tersebut aku menjadi tertegun.Aku sungguh takjub dengan jawabannya.Aku lalu teringat sebuah kalimat dibuku yang pernah aku baca.Dibuku itu tertulis , jika yang membedakan seseorang dengan orang lain adalah pilihan hidup yang dia ambil.Awalnya aku tak paham dengan maksud kalimat tersebut , namun hari itu aku dapat mengerti dua hal sekaligus.
Dan sekarang aku tahu bahwa aku harus percaya dengan takdir,tinggal bagaimana aku mendapatkan takdirku , semuanya kembali lagi kepada diriku sendiri.
Dan kini aku tak mau lagi menjadi rumput liar,meskipun mungkin rumput liar itu memiliki takdirnya sendiri dan memiliki tujuan mengapa Allah menciptakannya di muka bumi ini.Aku ingin menjadi lebih dari sekedar rumput liar, aku ingin menjadi bunga yang tumbuh di tengah gurun pasir , aku ingin menjadi bunga yang dapat memberikan rasa indah kepada semua yang memandangnya.
Aku ingin takdir yang telah digariskan untukku dan berbagai rintangan yang menghadangnya tidak mematahkan semangatku.Dan mungkin sekarang aku berada di sekolah ini adalah takdirku.Meskipun pada awalnya aku tidak merasa yakin akan sekolah ini , tetapi aku yakin ini adalah yang terbaik yang diberikan Allah padaku.

***

4 komentar:

Unknown mengatakan...

Waw. cerpennya keren cerita yang menarik ^^v
salam kenal.

devi sitaresmi mengatakan...

hee makasi yaa...kbtulan itu cerpen pertama yg aku buat...slm kenal juga :)

Unknown mengatakan...

Kk mau tanya" boleh gak, soal jurusan PWK soalnya saya jurusan IPS

Unknown mengatakan...

Kk boleh tanya soal jurusan PWK gak

Posting Komentar